Selasa, 11 Oktober 2016


Jadi ayat 51 surat AL MAIDAH  tidak dapat dipakai sebagai acuan untuk melarang seseorang non Islam untuk menjadi pemimpin dalam jajaran pemerintahan di NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
Sebab NKRI bukan negara agama!
Ket: Negara agama semua pemimpin di pemerintahan merangkap sebagai pemimpin spiritual. 





-------------------------------------------------------------------------------



Semua orang kalau mau membuka Kitab Alquran padaumumnya dalam hal untuk "mengaji atau mengkaji", yaitu untuk mendapatkan kesimpulan makna yang dikaji.
Oleh karena itu semua ayat-ayat Al Quran mutlak harus dikaji terlebih dahulu bukan diartikan mentah-mentah. 


Surat 5. AL MAIDAH  ayat 51
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.



Kalimat dalam ayat tersebut bermakna larangan dengan nada himbauan / anjuran, yaitu dengan kata : "janganlah".

Mengapa yang dilarang dalam ayat 51 surat AL MAIDAH  hanya pemimpin dari dua golongan yahudi dan nasrani saja ?
Mengapa  pemimpin dari golongan lain, seperti "orang-orang Shabiin" tidak disebut (seperti di Q.s.5 ayat 69) ?
Jawabnya: Sebab jelas 70% inti permasalahan dalam hal  mengkaji ayat Al Quran yaitu  untuk mengambil kesimpulan  "percaya atau tidak"  tentang kisah masa lalu  yang selalu diperselisihkan antara kedua kaum tersebut yaitu Orang-orang Yahudi dan Nasrani saja !
Jadi jelas jika mengambil pemimpin pengkajian dari salah satu diantara golongan mereka maka akan timbul suatu dilema "keberpihakan".


Contoh pengkajian: tentang peristiwa yang sudah terjadi dimasa lalu sebelum Al Quran diturunkan,  yaitu kisah penyaliban anak Maryam yang selalu masih  diperselisihkan (dizaman Al Quran diturunkan) antara orang-orang yang percaya dan yang kafir terhadap Isa  (Q.s.4 ayat 157) !

Oleh karena itu isi dari  ayat Q.s.4 ayat 157 tentang penyaliban diawali dengan kalimat "karena ucapan mereka" (bukan ucapan Allah), jadi jelas tersirat dalam ayat tersebut bahwa ucapan mereka yang percaya:  sesungguhnya kami telah membunuh isa putra maryam rasul  Allah ! Sedangkan ucapan mereka yang kafir kepada Isa mengatakan: "diserupai".
Jadi terserah pembaca mau ikuti perkataan yang mana “antara ucapan mereka kaum yang percaya atau yang kafir”, dengan dilandasi  tanpa adanya unsur paksaan atau pengaruh dari pemimpin pengkajian !
Dengan demikian makna ayat tersebut "netral" terserah pembaca untuk menafsirkannya.

Oleh karena itu janganlah mengambil orang-orang sebagai pemimpin spiritual salah satu dari mereka, sebab: kalau orang-orang  yahudi yang memimpin pasti mereka tidak percaya  bahwa anak Maryam telah  disalib (karena mereka mayoritas kafir kepada Isa / Q.s.4 ayat 156), dan kalau mengambil pemimpin dari orang-orang nasrani, pasti mereka berpendapat bahwa anak Maryam disalibkan !
Hal itulah yang membuat hasil pengkajian tidak bersifat netral.


Jadi ayat AL MAIDAH 51  maksudnya:  kalau mau mengambil pemimpin spiritual untuk membimbing dalam hal pengkajian kitab suci Al Quran janganlah mencari orang yahudi atau orang nasrani !
Sebab kalau salah satu dari kedua kaum tersebut yang memimpin pengkajian walaupun mereka mengetahui  Al Quran, maka hasilnya  tidak akan mendapatkan kesimpulan yang netral karena terjadi keberpihakan.

Oleh karena itu makna yang tersirat di surat  AL MAIDAH  ayat 51: bahwa dalam mengambil "pemimpin spiritual"  bagi orang Islam haruslah  orang-orang  Mu'min / netral  yang tunduk patuh berserah diri kepada Allah s w t, yang tidak berpihak dan tidak membenci kaum diluar Islam.


Jadi  sekali lagi diingatkan bahwa ayat 51 surat AL MAIDAH  tidak dapat dipakai sebagai acuan untuk melarang seseorang non Islam menjadi pemimpin dalam jajaran pemerintahan di NKRI.
Sebab NKRI bukan negara agama, melainkan
negara PANCASILA !